HANSEL DAN
GRETEL
Di sebuah desa pada zaman dahulu hiduplah sebuah keluarga bahagia. Mereka mempunyai dua orang anak yang manis, namanya Hans dan Gretel. Suatu ketika Ibu tercinta meninggal karena sakit. Sejak kematian sang Ibu, mereka selalu bersedih sepanjang hari. Agar mereka tidak bersedih, kemudian Ayah mengambil Ibu baru untuk menghIbur mereka. Ternyata Ibu baru ini sangat jahat dan memperlakukan mereka dengan buruk. Dari pagi hingga petang mereka disuruh terus bekerja dan hanya diberi makan satu kali. Musim kemarau pun tiba, dan mereka tidak mempunyai makanan apa-apa. Sang Ibu menyuruh anak-anak untuk dibawa ke hutan dan meninggalkannya di sana. Ayah sangat terkejut mendengarnya
” Bicara apa kau, apa kau ingin anak-anak mati ?! “
” Kau ini memang bodoh, kalau kita tidak melakukannya, kita semua akan mati !”
Sementara itu dari balik kamar , Hans dan Gretel mendengarkan pembicaraan mereka. Mereka ketakutan dan Gretel pun menangis. Akhirnya Ayah tidak bisa berbuat apa-apa karena istrinya terus mendesaknya.
“Ah… apa kita akan mati di hutan ?! “
” Ssst.., aku punya ide bagus, ” ucap Hans. Lalu ia keluar rumah dan mengumpulkan batu-batu kecil putih yang bila terkena cahaya bulan, akan bersinar.
Pada esok paginya dengan berteriak keras, Ibunya
membangunkan Hans dan Gretel. Sebelum berangkat ia memberikan sepotong roti
kepada mereka. Setelah itu semua berangkat menuju hutan. Sambil berjalan Hans
membuang batu kecil putih satu per satu yang ada dalam kantongnya. Karena
berjalan sambil menoleh ke belakang, Ayah menjadi curiga.
” Sedang apa, Hans ? “
” Aku sedang memandang kucing yang ada di atas rumah,” jawab Hans berbohong.
Lalu tibalah mereka di tengah hutan. Ayah dan Ibunya
pergi ke hutan yang lebih jauh lagi untuk menebang kayu dan meninggalkan
mereka. Rasa sedihpun berganti gembira setelah di tengah hutan Hans menemukan
seekor kupu-kupu dan Gretel membuat kalung dari bunga. Mereka sangat gembira
karena bisa bermain-main bersama teman baru mereka seperti kelinci, bajing dan
burung-burung kecil. Tanpa terasa waktu berlalu, mataharipun mulai tenggelam
dan hari mulai gelap. Suara burung-burung yang indah kini berganti dengan suara
angin yang berdesir. Gretel menangis tersedu-sedu karena takut.
Hans berkata menenangkan, “Jangan menangis, jika cahaya bulan muncul, kita pasti akan pulang dengan selamat “.
Tak lama kemudian, dari sela-sela pohon muncullah
cahaya bulan yang bersinar dengan terang. Hans segera mengajak Gretel untuk
pulang ke rumah. Hans memegang tangan Gretel dan menyusuri jalan di hutan tanpa
ragu-ragu.
” Kak, kok bisa berjalan tanpa bingung di hutan yang gelap begini?”
“Oh… batu kecil putih yang kujatuhkan ketika kita datang, bersinar karena kena sinar bulan dan itu akan menolong kita pulang ke rumah.”
Beberapa waktu kemudian tibalah mereka di rumah, sang
Ibu heran melihatnya dan mencari tahu bagaimana mereka bisa sampai di rumah
dengan mudah. Ketika ia membuka pintu, ia melihat batu kecil putih yang
bersinar. Agar mereka tidak bisa mengumpulkan batu putih itu lagi, Ibu mengunci
pintu kamar mereka. Hans dan Gretel menjadi panik karenanya. Sebelum tidur
mereka berdoa pada Tuhan, meminta perlindungan.
Keesokan harinya seperti kemarin, Ibu membangunkan
mereka dan membawa mereka ke hutan. Hans tidak kehabisan akal. Dengan terpaksa
ia mencuil-cuil potongan roti dan menjatuhkannya di jalan sambil berjalan.
Tapi malang, jejak yang sudah dIbuatnya susah payah
dimakan oleh burung-burung kecil. Sampailah mereka di dalam hutan. Kembali Ayah
dan Ibunya meninggalkan mereka dan masuk ke hutan yang lebih jauh.
Merekapun bermain-main dengan binatang-binatang di dalam hutan. Akhirnya malampun tiba. Ketika cahaya bulan mulai bersinar mereka beranjak pulang. Dengan susah payah dicarinya potongan-potongan roti sebagai petunjuk jalan untuk pulang ke rumah.
Merekapun bermain-main dengan binatang-binatang di dalam hutan. Akhirnya malampun tiba. Ketika cahaya bulan mulai bersinar mereka beranjak pulang. Dengan susah payah dicarinya potongan-potongan roti sebagai petunjuk jalan untuk pulang ke rumah.
” Kak, apa yang telah terjadi dengan potongan-potongan roti itu ?” teriak Gretel cemas.
” Mungkin dimakan oleh burung -burung kecil “
” Uhh.., kalau begitu kita tidak bisa pulang ke rumah.”
Di dalam hutan bergema suara lolongan keras. Mereka berdua amat ketakutan. “Kak, aku takut, kita akan mati !” Gretel mulai menangis.
” Jangan khawatir dik, Ibu yang ada di surga pasti menolong kita.”
Karena lelah, mereka akhirnya tertidur dengan pulas di
bawah pohon. Cahaya matahari pun mulai bersinar dan mengenai wajah mereka. Hans
dan Gretel terbangun dan disambut suara kicauan burung.
Tiba-tiba mereka mencium bau masakan yang lezat.
Segera mereka berlari ke arah datangnya bau lezat itu. Seperti mimpi mereka
melihat rumah kue, atapnya terbuat dari tart, pintunya dari coklat, dan
dindingnya dari biskuit.
Cepat-cepat mereka mendekati rumah itu dan memakannya.
Tiba-tiba terdengar suara keras yang bergetar.
“Siapa itu, berani memakan rumah kue kesayanganku ?”, muncullah seorang nenek sihir tua dengan wajah menyeramkan serta mata merah yang bersinar, lalu menangkap mereka berdua.
” Hi… Hi…. Hi…. anak-anak yang lezat, sebagai hukuman karena telah memakan rumput kue kesukaanku, aku akan memakan kalian .”
Dengan kasar nenek sihir itu menyeret Hans masuk ke dalam penjara.
Tiba-tiba terdengar suara keras yang bergetar.
“Siapa itu, berani memakan rumah kue kesayanganku ?”, muncullah seorang nenek sihir tua dengan wajah menyeramkan serta mata merah yang bersinar, lalu menangkap mereka berdua.
” Hi… Hi…. Hi…. anak-anak yang lezat, sebagai hukuman karena telah memakan rumput kue kesukaanku, aku akan memakan kalian .”
Dengan kasar nenek sihir itu menyeret Hans masuk ke dalam penjara.
Setelah itu ia
berkata kepada Gretel,
“Mula-mula aku akan menggemukkan anak laki-laki itu, lalu aku akan memakannya. “
“Sekarang kau buat makanan yang enak biar makannya banyak ! “
“Mula-mula aku akan menggemukkan anak laki-laki itu, lalu aku akan memakannya. “
“Sekarang kau buat makanan yang enak biar makannya banyak ! “
Nenek sihir itu sudah tua sekali dan matanya mulai
rabun. Pada saat itu Hans dan Gretel saling berpegangan tangan memberi semangat
supaya mereka tabah.
” Tabahlah Gretel, Ibu yang ada di surga pasti melindungi kita “.
” Tabahlah Gretel, Ibu yang ada di surga pasti melindungi kita “.
Suatu hari nenek mendekati penjara Hans untuk melihat
apakah tubuh Hans sudah menjadi gemuk atau belum.
“Aku lapar, sudah seberapa gemuk tubuhmu, ayo ulurkan tanganmu ! “
“Aku lapar, sudah seberapa gemuk tubuhmu, ayo ulurkan tanganmu ! “
Hans yang pintar tidak kehilangan akal, ia mengetahui kalau mata nenek sudah rabun segera dikeluarkannya tulang sisa makanan kepada nenek yang rabun lalu nenek memegangnya. Betapa kecewanya nenek karena sedikitpun Hans tidak bertambah gemuk. Karena kecewa lalu ia bermaksud untuk memakan Gretel. Kemudian Gretel disuruh membakar roti. Selagi Gretel menyalakan api di tungku, si nenek mencoba mendorongnya ke nyala api. Untunglah Gretel mengetahui maksud nenek, cepat-cepat ia berbalik pergi ke depan tungku.
“Nek, aku tidak bisa membuka tutup tungku ini .”
Nenek sihir tidak sadar kalau ia sedang diperdaya Gretel dan ia membuka tutup tungku.
Tanpa membuang kesempatan, Gretel mendorong nenek ke
tungku.
“Ahh… tolong…. panas ! ” teriak nenek kesakitan. Gretel tidak memperdulikan teriakan nenek malah dengan cepat ia menutup pintu tungku, lalu berlari ke arah penjara untuk menolong Hans.
“Gretel, kau berhasil. Ibu yang di surga telah melindungi kita.” Karena bahagia mereka berpelukan.
“Ahh… tolong…. panas ! ” teriak nenek kesakitan. Gretel tidak memperdulikan teriakan nenek malah dengan cepat ia menutup pintu tungku, lalu berlari ke arah penjara untuk menolong Hans.
“Gretel, kau berhasil. Ibu yang di surga telah melindungi kita.” Karena bahagia mereka berpelukan.
Ketika akan pergi dari rumah kue tanpa sengaja mereka
menemukan banyak harta karun. Setelah itu mereka keluar rumah, tetapi malang
jalan itu terpotong oleh sungai besar.
Mereka menjadi bingung. Saat itu entah dari mana
datangnya tiba-tiba muncul seekor angsa cantik.
” Ayo, naiklah ke punggungku, ” ucap angsa itu ramah. Satu per satu angsa itu mengantarkan mereka menyeberang sungai.
” Ayo, naiklah ke punggungku, ” ucap angsa itu ramah. Satu per satu angsa itu mengantarkan mereka menyeberang sungai.
Setelah sampai, angsa itu menunjuk-kan jalan bagi
mereka berdua dari atas langit. Sampailah mereka di batas hutan. Tanpa mereka
ketahui sebenarnya angsa itu adalah Ibu mereka yang ada di surga. Angsa itu
kemudian menghilang. Setelah itu muncullah Ayah mereka yang sangat cemas.
“Anak-anakku tersayang, maafkanlah Ayah. Ayah tidak akan meninggalkan kalian lagi “.
Lalu Ayah menceritakan kepada mereka bahwa Ibu tiri
yang jahat sudah meninggal karena sakit. Akhirnya mereka pun hidup bahagia
selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar