Jumat, 29 November 2013

TIGA GADIS PENENUN


Tiga Wanita Penenun


Dahulu kala ada seorang gadis yang sangat malas dan tidak pernah mau menenun kain, dan ibunya tidak pernah bisa membujuk gadis tersebut untuk melakukan apa yang harus dilakukan. Akhirnya ibunya menjadi sangat marah dan kehilangan kesabaran dan mulai memukul anak gadisnya dengan keras. Pada saat itu Ratu yang kebetulan lewat, berhenti di depan rumah gadis tersebut karena mendengar gadis itu menangis. Ratu kemudian masuk ke dalam rumah dan bertanya apa yang terjadi pada gadis itu dan mengapa ibunya memukuli anak gadisnya sampai-sampai semua orang yang berada di jalan dapat mendengarkan gadis tersebut menangis.
Ibu gadis tersebut menjadi sangat malu untuk mengakui kemalasan anak gadisnya, sehingga dia berkata,
“Saya tidak bisa menghentikan dia menenun, dia selalu ingin mengerjakannya setiap waktu dan saya terlalu miskin sehingga tidak bisa menyediakan dia rami – bahan untuk ditenun yang cukup.”
Kemudian Ratu menjawab,
“Saya sangat senang mendengar suara roda alat pemintal, dan saya merasa senang mendengarkan mereka bersenandung, biarkanlah saya membawa putrimu ke istana, saya mempunyai banyak rami dan bahan tenung, di sana dia dapat memintal dengan hati gembira.”
Ibu gadis tersebut sangat senang mendengarkan tawaran itu, dan Ratu pun kemudian membawa gadis tersebut bersamanya. Ketika mereka mencapai istana, Ratu memperlihatkan tiga ruangan yang penuh dengan rami dan bahan tenun yang terbaik yang ada di kerajaannya.
“Sekarang kamu dapat menenun rami ini,” Katanya, “dan bila kamu berhasil menyelesaikannya, kamu akan saya nikahkan dengan putra tertua saya; kamu mungkin miskin tapi saya tidak akan memperdulikan hal itu, kain yang kamu buat dari rami ini cukup sebagai emas kawin,”
Gadis itu ketakutan dalam hati, karena dia sama sekali tidak dapat menenun, biarpun dia hidup seratus tahun dan duduk menenun setiap hari selama hidupnya dari pagi sampai malam. Dan ketika dia berada sendirian dia mulai menangis, dan duduk selama tiga hari tanpa menyentuh alat tenun. Pada hari ketiga, Ratu datang, dan ketika dia melihat tidak ada satupun tenunan yang selesai, dia lalu terkejut; tetapi gadis tersebut beralasan bahwa dia belum bisa mulai menenun karena dia masih bersedih akibat perpisahan dengan rumah dan ibunya. Alasan itu membuat Ratu menjadi tenang, tetapi ketika Ratu akan beranjak pergi, dia mengatakan “Besok pekerjaan kamu harus dimulai.”
Ketika gadis itu sendirian lagi, dia tidak dapat berbuat apa apa untuk menolong dirinya sendiri atau melakukan apapun yang sudah seharusnya dilakukan. Dalam kebingungannya dia cuma keluar dan menatap keluar jendela. Saat itu dilihatnya tiga orang wanita lewat didepannya, dan wanita yang pertama memiliki kaki yang lebar dan rata, yang kedua mempunyai bibir yang tergantung turun sampai ke dagunya, dan yang ketiga memiliki ibu jari tangan yang sangat lebar. Mereka kemudian berhenti di depan jendela, dan mencoba bertanya apa saja yang gadis itu inginkan. Gadis itu menjelaskan apa yang dibutuhkannya, dan mereka berjanji akan membantunya, dan berkata,
“Kamu harus mengundang kami ke pesta pernikahanmu, dan tidak malu karena kehadiran kami, menyebut kami sebagai sanak keluarga dan sepupumu, dan diperbolehkan duduk satu meja dengan kamu; jika kamu berjanji akan memenuhi hal ini, kami akan menyelesaikan tenunan tersebut dalam waktu singkat.”
“Saya berjanji sepenuh hati,” jawab si gadis; “masuklah dan mulailah sekarang.”
Lalu ketiga wanita itu masuk, dan mereka membersihkan sedikit ruangan pada kamar pertama untuk mereka agar mereka dapat duduk dan menempatkan alat tenun mereka.  Wanita yang pertama menarik keluar benang dan mulai menapakkan kakinya ke tuas yang memutar roda alat tenun, wanita yang kedua membasahi benang,  dan wanita yang ketiga memilin dan meratakannya dengan ibu jarinya diatas meja, perlahan-lahan gulungan-gulungan benang yang indah berjatuhan diatas lantai, dan ini menghasilkan tenunan yang sangat indah. Gadis itu menyembunyikan ketiga wanita penenun itu dari pandangan mata sang Ratu sehingga setiap kali Ratu berkunjung, sang Ratu hanya melihat dia sendirian bersama tumpukan tenunan yang sangat indah; dan tidak terhingga pujian-pujian yang diterimanya dari Ratu. Ketika kamar pertama sudah kosong, mereka mulai menenun di kamar kedua, lalu ke kama ketiga sampai semua rami telah selesai di tenun. Lalu saat ketiga wanita penenun itu akan pergi, mereka berkata pada sang Gadis,
“Jangan lupa dengan apa yang kamu janjikan, dan semuanya akan menjadi lebih baik untuk kamu.”
Ketika sang Gadis memperlihatkan pada Ratu ruangan yang telah kosong, dan sejumlah besar tenunan, Ratu langsung mengatur pernikahan gadis itu dengan putranya yang tertua, dan mempelai pria itupun sangat senang karena mendapatkan calon istri yang sangat pandai dan rajin.
“Saya mempunyai tiga orang sepupu,” kata Gadis itu, “dan karena mereka sangat baik kepada saya, Saya tidak akan pernah lupa kepada mereka disaat saya mendapatkan keberuntungan; bisakah saya mengundang mereka datang ke pesta, dan meminta mereka duduk satu meja dengan kita?”
Ratu dan putra tertuanya yang akan menjadi calon suami berkata bersamaan,
“Kamu boleh mengundangnya datang, tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mengundangnya kesini,”
Ketika perjamuan dimulai, ketiga wanita penenun tersebut datang tanpa menyembunyikan keburukan rupa mereka, dan sang Gadis berkata,
“Sepupuku yang baik, selamat datang.”
“Oh,” kata mempelai pria, “bagaimana kamu bisa mempunyai sanak keluarga yang sangat buruk rupa?”
Kemudian dia menemui wanita penenun yang pertama dan bertanya kepadanya,
“Bagaimana kamu bisa mempunyai kaki yang begitu lebar dan rata?”
“Saya selalu menapakkan kaki saya pada alat tenun,” katanya.
Ketika dia menemui wanita yang kedua dan bertanya,
“Bagaimana kamu bisa mempunyai bibir yang bergantungan sampai ke dagumu?”
“Dengan menjilati benang.” katanya,
Dan kemudian dia bertanya kepada wanita yang ketiga,
“Bagaimana kamu bisa mempunyai ibu jari yang sangat besar dan lebar?”
“Dengan memuntir dan memilin benang,” katanya.
Kemudian mempelai pria berkata bahwa semenjak saat itu, sang gadis yang menjadi istrinya ini harus berhenti untuk menenun dan jangan pernah menyentuh alat tenun lagi.
Dan begitulah akhirnya sang gadis lepas dari pekerjaan menenun yang melelahkan

Gadis Gembala dan Penyapu cerobong


Gadis Gembala dan Penyapu cerobong

Sebuah lemari pajangan berdiri di sudut ruang tamu. Lemari ini terbuat dari kayu ek. Usianya sudah sangat tua, sehingga warnanya telah menghitam. Dari atas ke bawah,dipenuhi ukiran bunga mawar, tuli, dan dedaunan. Dikanan-kirinya terdapat ukiran 2 kepala rusa dengan tanduknya yang bercabang-cabang. Tepat ditengahnya, terdapat sebuah ukiran laki-laki aneh yang berkaki kambing, mulutnya menyeringai, kepalanya bertanduk dan berjenggot sangat panjang. Anak-anak pemilik rumah menjuluki lelaki aneh itu dengan nama Panglima Tertinggi Mayor Jenderal Kopral Sersan Kaki Kambing.Gelarnya sangat panjang dan susah untuk diingat. Teman-temannya yang terbuat dari batu maupun kayu, tak ada yang memiliki gelar sekeren itu. Dia berdiri tepat di tengah-tengah lemari dan matanya selalu menatap ke arah meja dibawah cermin. Sebab, di atas meja tersebut berdiri sebuah boneka gembala dari porselen yang sangat cantik, gaunnya mengembang dengan bunga mawar yang tersemat di dadanya, sepatu dan topinya bersepuh emas, tangannya memegang sebuah tongkat gembala. Di sebelah patung gembala tersebut, berdiri sebuah patung penyapu cerobong yang juga terbuat dari porselen, patung pembersih cerobong ini bersih dan rapi, sebetulnya ia pantas untuk menjadi pangeran, walaupun seluruh tubuhnya hitam legam, wajahnya segar dan kemerahan. Mungkin pembuatnya keliru karena seharusnya wajah penyapu cerobong juga hitam, penyapu cerobong ini memiliki sebuah tangga kecil porselen di punggungnya. Dari dulu, ia dan gadis gembala berdiri berdekatan. Akhirnya mereka jatuh cinta dan mengucapkan janji setia. Mereka adalah pasangan yang sangat serasi, keduanya masih muda juga sama-sama terbuatdari porselen, juga sama-sama mungil dan rapuh.

DSi dekat mereka berdiri sebuah patung lelaki cina tua yang besarnya 3 kali lipat dari mereka. Patung ini memiliki kepala yang dapat diangguk-anggukkan, patung ini mengaku behwa dia kakek si gadis gembala. Meskipun tak dapat membuktikannya, dia selalu bersikeras berkata bahwa ia adalah kakek si gadis gembala.Karena itu, saat Panglima Tertinggi Mayor Jenderal Kopral Sersan Kaki Kambing melamar gadis gembala, dia mengangguk setuju.

Kemudian patung tua itu berkata pada gadis gembala bahwa gadis gembala akan menjadi istri dari Panglima Tertinggi Mayor Jenderal Kopral Sersan Kaki Kambing. Namun gadis gembala menolak sebab Panglima Tertinggi Mayor Jenderal Kopral Sersan Kaki Kambing telah memiliki 11 istri dari porselen. Lalu patung tua itu berkata bahwa gadis gembala harus menikah dengan Panglima Tertinggi Mayor Jenderal Kopral Sersan Kaki Kambing pada malam itu, dan mengangguk lalu tertidur.

Gadis gembala itu menangis, lalu menoleh kepada tunangannya, penyapu cerobong. Gadis gembala itupun langsung mengajak penyapu cerobong berkelana ke dunia luas. Penyapu cerobong itu setuju pada usul tunangannya. Namun, gadis gembala menjadi bingung sebab mana mungkin ia dan penyapu cerobong dapat turun dari meja tanpa cedera.

Dengan segera penyapu cerobong memberi contoh bagaimana menapakkan kaki pada ukiran sudut meja, lalu pada ukiran dedaunan yang melingkar sepanjang kaki meja, Dia juga membantunya dengan tangga kecilnya. Akhirnya mereka sampai di lantai. Tapi ketika menoleh melihat ke arah lemari pajangan, mereka melihat semuanya bergerak. Kepala menjulurkan lehernya sehingga tanduknya bertambah tinggi, dan Panglima Tertinggi Mayor Jenderal Kopral Sersan Kaki Kambing meloncat-loncat dan memberi tahu patung tua bahwa mereka lari. Gadis gembala dan penyapu cerobong takut bukan main. Mereka meloncat ke dalam sebuah laci terbuka di bawah ambang jendela.

Di dalam laci tersebut terdapat kartu-kartu dan boneka-boneka. Mereka sedang bermain sandiwara yang mengisahkan dua orang yang saling cinta tapi tak dapat menikah. Gadis gembala itu terharu dan menangis karena kisah itu seperti kisahnya sendiri.

Karena tak tahan lagi maka gadis gembala mengajak penyapu cerobong pergi. Ketika telah sampai di lantai, mereka melihat ke arah meja, mereka melihat patung tua itu sudah bangun. Tubuhnya bergoyang-goyang karena marah. Karena mengetahui kakeknya mengejar mereka, gadis gembala jatuh terduduk dan terisak-isak.

Penyapu cerobong itu kemuadian menenangkan gadis gembala. Lalu mengajak gadis gembala bersembunyi di balik vas bunga besar di sudut ruangan. Namun gadis gembala itu menolak karena vas bunga besar itu adalah tunangan kakeknya. Maka gadis gembala itu memutuskan untuk berkelana di dunia luas. Namun penyapu cerobong berusaha mengingatkan gadis gembala bahwa jika sudah keluar, mereka tidak akan dapat ,kembali lagi karena dunia ini sangatlah luas. Namun gadis gembala itu sudah yakin akan keputusannya.

Lalu penyapu cerobong itu melihat kearah gadis gembala. Dilihatnya gadis itu memang sudah mantap, jadi ia Mengajak gadis gembala keluar melalui cerobong asap. Dibimbingnya gadis itu keluar melalui Lubang perapian. Gadis gtembala itupun mengeluh karena lubang cerobong itu sangat gelap namun, ia tetap masuk kedalam lubang perapian itu.

Dari dalam lubang perapian itu, penyapu cerobong menunjukkan sebuah bintang yang berkilauan di atas langit. Sinarnya masuk ke dalam cerobong asap, seolah menerangi jalan mereka. Mereka merambat naik pelan-pelan. pipa itu licin dan terasa seperti tak ada habisnya. Penyapu cerobong itu membantu gadisnya dengan hati-hati menunjukkan tempat-tempat dimana gadis itu dapat menapakkan kaki porselennya yang mungil. Akhirnya mereka tiba di tepi pipa cerobong dan beristirahat di sana.

Di langit, bintang-bintang bertaburan. Di bawah mereka atap-atap rumah. DAri tempat-tempat tinggi itu mereka bisa melihat jauh sekali. Gadis gembala itu tak menyangka bahwa dunia sangat luas. Dia menyandarkan kepalanya pada bahu penyapu cerobong dan menangis tersedu-sedu karena takut.

Gadis gembala pun membujuk penyapu cerobong agar dapat mengantarnya kembali ke meja kecil di bawah cermin. Penyapu cerobong membujuknya, mengingatkannya pada kakeknya dan Panglima Tertinggi Mayor Jenderal Kopral Sersan Kaki Kambing. Tapi si gadis menangis sedih sehingga akhirnya penyapu cerobong menyerah.

Dengan susah payah, mereka merambat menuruni pipa cerobong dan sampai ke perapian yang gelap. Mereka bersembunyi di belakang pintu sebentar dan mengintip ke dalam. Astaga, ternyata patung lelaki Cina tua itu terbaring di lantai. Ketika mengejar mereka, patung itu Meloncat dari meja. Lalu jatuh dan pecah menjadi 3. Kepalanya menggelinding ke sudut. Panglima Tertinggi Mayor Jenderal Kopral Sersan Kaki Kambing masih berdiri ditempatnya dan memikirkan apa yang terjadi.

Gadis gembala itu merasa karena salahnyalah kakeknya pecah. Dan penyapu cerobong itu menghiburnya dengan cara memberi tahu cara membetulkan kakeknya. Lalu, mereka naik ke atas meja dan berdiri lagi di tempat semula.

Akhirnya, Patung tua itu dibetulkan oleh pemilik rumah itu. Dia menjadi utuh kembali namun tak dapat menganggukkan kepalanya lagi. Panglima Tertinggi Mayor Jenderal Kopral Sersan Kaki Kambing bersyukur karena patung tua itu utuh kembali dan dapat merestui pernikahannya dengan gadis gembala. Namun patung tua itu diam saja. Akhirnya, patung tua itu membiarkan gadis gembala dan penyapu cerobong menikah dan saling mencintai hingga mereka hancur berkeping-keping.

3 BABI KECIL DAN SERIALA


TIGA BABI KECIL dan SERIGALA

Dahulu kala, hiduplah seekor Ibu Babi dengan 3 orang anaknya. Anak yang sulung sangat malas dan mengabaikan pekerjaannya. Anak yang tengah sangat rakus, tidak mau bekerja dan kerjanya hanya makan. Anak bungsunya tidak seperti kakaknya, ia anak yang rajin bekerja. Suatu saat Ibu Babi berkata kepada anak- anaknya, “Karena kalian sudah dewasa, kalian harus hidup mandiri dan buatlah rumah masing-masing”. Si bungsu berpikir rumah seperti apa yang akan didirikannya. Si sulung tanpa mau bersusah payah membuat rumahnya dari jerami. 

Si bungsu berkata, “Kalau rumah jerami nanti akan hancur bila ada angin atau hujan”. 
“Oh iya ya! Kalau begitu aku akan membuat rumah dari kayu saja, supaya kuat jika ada angin”, kata
si tengah. 
Setelah selesai si bungsu kembali berkata, “kalau Rumah kayu walau tahan angin tetapi akan hancur jika dipukul”. 
Sikakak menjadi marah, “Kau sendiri lambat membuat rumah dari batu batamu itu, jika hari telah sore serigala akan datang.”

Si bungsu bertekad akan membuat rumah dari batu-bata yang kuat yang tidak goyah dengan angin atau serangan serigala. Malampun tiba, pada saat bulan purnama, si bungsu telah selesai. Esok harinya, si bungsu mengundang kedua kakaknya, lalu mereka pergi ke rumah ibu Babi. 

“Hebat anak-anakku, mulai sekarang kalian hidup dengan mengolah ladang sendiri”, ujar Ibu Babi. 
Kedua kakak si bungsu menggerutu. “Tidak ah, cape!,” gerutu mereka.

Menjelang senja telah tiba, mereka pamit kepada Ibu mereka. Dalam perjalanan, tiba-tiba seekor serigala membuntuti mereka.

 “Aku akan memakan babi malas yang tinggal di rumah jerami itu”, kata serigala. 
Ketika sampai di depan pintu si sulung ia langsung menendang pintu.  “Buka pintu!” teriaknya. 
Si sulung terkejut dan cepat-cepat mengunci pintu. Tetapi serigala lebih cerdik. Ia langsung meniup rumah jerami itu sehingga menjadi hancur. 

Si sulung lari ketakutan ke rumah adiknya si Tengah yang terbuat dari kayu. Walaupun pintu telah dikunci, serigala langsung mendobrak rumah kayu itu hingga hancur. Serigala
mendekat ke arah kedua anak babi yang sedang berpelukan karena ketakutan. Keduanya langsung lari dengan sekuat tenaga menuju rumah si bungsu.

 “Cepat kunci pintunya!, nanti kita dimakan”, kata si sulung.
Si bungsu dengan tenang mengunci pintu. “Tak usah khawatir, rumahku tidak akan goyah”, kata si bungsu sambil tertawa. 

Ketika serigala sampai, ia langsung menendang, mendobrak berkali-kali tetapi malah si serigala yang badannya kesakitan. Serigala akhirnya menyerah dan kemudian langsung pulang. Sejak saat itu, ketiga
anak babi ini hidup bersama, dan sang serigala tidak pernah datang lagi. Suatu hari, ketiga anak babi pergi ke bukit untuk memetik apel. Tiba-tiba Serigala itu muncul disana. Anak-anak babi langsung naik ke pohon menyelamatkan diri. Serigala yang tidak dapat memanjat pohon menunggu di bawah pohon tersebut. Si bungsu berpikir, lalu ia berteriak, “Serigala, kaupasti lapar. Apakah kau mau apel?”, si bungsu segera melempar sebuah apel. Serigala yang sudah kelaparan langsung mengejar apel yang menggelinding.
“Sekarang ayo kita lari!”. Akhirnya mereka semua selamat.

Beberapa hari kemudian, si serigala datang ke rumah si bungsu dengan membawa tangga yang panjang. Serigala memanjat ke cerobong asap. Si bungsu yang melihat hal itu berteriak, “Cepat nyalakan api di tungku pemanas!”. Si sulung menyalakan api, si bungsu membawa kuali yang berisi air panas. Serigala yang ada di cerobong asap, pantatnya kepanasan tak tertahankan. 

Malang bagi si serigala, ketika ia ingin melarikan diri, ia terpeleset dan jatuh tepat ke dalam air yang mendidih. “Waa!”, serigala cepat-cepat lari. Karena seluruh badannya luka, maka ia menjadi serigala yang telanjang. Sejak saat itu, ketiga anak-anak babi menjalani hidup dengan baik, dengan mengelola ladang-ladang mereka. Si sulung dan si tengah sekarang menjadi rajin bekerja seperti si bungsu. Ibu babi merasa bahagia melihat anak-anaknya hidup dengan rukun dan damai.

ITIK BURUK RUPA


Itik Buruk Rupa

Dahulu kala, adalah sekelompok bebek yang tinggal di tepi sungai. Mereka terdiri dari
 Pak Bebek, Ibu Bebek, dan telur-telur bebek yang sedang dierami oleh Ibu Bebek. Suatu hari telur-telur itu menetas satu persatu. Pak Bebek senang bukan main, Ibu Bebek pun demikian. Sambil memperhatikan telur-telur yang menetas satu persatu, ia pun tersenyum dan memeluk satu persatu anak bebek yang sudah lahir itu. Namun pada telur yang terakhir menetas, yang keluar bentuknya sangat berbeda dengan saudara-saudaranya. Bila Ibu dan Pak Bebek berwarna kuning keemasan dan berparuh oranye serta berbunyi “Kweek..kweek..” maka anak bebek yang terakhir ini berbulu kehitaman dan berparuh kecoklatan, wajahnya tidak secantik saudara-saudaranya, dan suaranya pun berbeda, “Ooork..ooork…”


Pak dan Ibu bebek pun bertengkar hebat. Pak bebek merasa anak itu adalah hasil perselingkuhan Ibu bebek dengan mahluk lain, sedangkan Ibu bebek tidak terima dituduh seperti itu. Pak bebek pun pergi meninggalkan Ibu bebek. Sementara itu si bebek kecil yang buruk rupa tadi pun diejek oleh saudara-saudaranya yang lain.

 Namun demikian, si bebek kecil yang buruk rupa itu tetap mengikuti kemanapun induknya pergi, walaupun induknya tidak pernah sekalipun memperhatikannya. Semakin besar, semakin berbedalah dia dengan saudara-saudaranya yang lain, dan hal ini sangat memalukan bagi Ibu bebek. Apalagi si bebek buruk rupa ini ternyata tidak bisa berenag sebaik saudara-saudaranya yang lain. Pada suatu hari, saat sedang berenang bersama Ibu dan saudara-saudaranya, sang bebek buruk rupa ini tertinggal jauh di belakang.. Ia kemudian memanggil-manggil ibunya dengan suaranya yang jelek itu, namun tidak ada sahutan..
Akhirnya ia pun berenang menyusuri sungai untuk mencari keluarganya kembali, berhari-hari ia lalui tanpa menyerah, hujan angin ia terpa tanpa kenal lelah, hingga akhirnya ia benar-benar putus asa dan menangis sedih di sudut sungai… Tangisannya begitu meyayat hati, ia masih begitu kecil, belum mengerti mengapa ibunya meninggalkannya dan tidak pernah sayang padanya, padahal ia anaknya.. mengapa langit begitu kejam padanya… mengapa… tangisnya..

Tak lama, datanglah dua ekor bebek yang ajaibnya, sama buruknya dengan bebek buruk rupa itu, bahkan suaranya pun juga sama! Mereka mendatangi bebek kecil yang sedang menangis itu dan menghiburnya. Tak lama, datanglah induk mereka yang mencari kedua anaknya yang tiba-tiba menghilang, dan terlihatlah oleh bebek buruk rupa itu seekor angsa yang sangat cantik.. lehernya panjang… dan wajahnya menyiratkan kasih dan sayang…

Begitu melihat bebek buruk rupa itu, ia pun bertanya padanya:
“Wahai mahluk kecil,mengapa engkau menangis?”
“Saya kehilangan induk saya…” jawab si bebek sambil menangis.. “Induk saya tidak mau saya lagi..karena saya berbeda dengan saudara-saudara saya.. mereka cantik-cantik dan pandai berenang seperti saudara-saudara saya yang lain.. waktu baru lahir, saya sudah dibenci oleh ibu saya, karena saya tidak seperti mereka…dia tidak pernah menyayangi saya… katanya saya bukanlah anaknya…karena bulu saya tidak kuning keemasan seperti mereka… paruh saya tidak sama warnanya dengan mereka.. dan suara saya sangat jelek…Ibu selalu berkata bahwa saya adalah bebek yang salah lahir..”
“Wahai mahluk kecil, jangan menangis… memang benar kata Ibu kamu, kamu berbeda dengan saudara-saudaramu yang lain.. mereka memiliki apa yang tidak kamu miliki…dan sebaliknya kamu juga memiliki apa yang tidak mereka miliki…
Nah, sekarang lihatlah air yang mengalir di bawahmu, pandanglah wajahmu… lihatlah persamaan antara dirimu dan anak-anakku…”
Sang itik pun melihat pantulan dirinya sendiri di air dan mendapati bahwa dirinya ternyata sama dengan kedua anak itik tersebut…
“Ya… kamu bukanlah anak bebek… kamu adalah anak itik… memang saat ini rupamu buruk, tetapi aku yakin kelak kamu akan menjadi secantik aku… kemarilah nak, anggaplah aku ini Ibumu…”
Sang itik kecil itupun mendekati induk Angsa yang cantik dan merasakan kehangatan dibawah pelukan sayapnya yang penuh dengan kasih… ia pun tak lagi bersedih…
Kemudian sang itik kecil pun ikut bersama dengan induk angsa kemanapun mereka berenang, sekarang sebagai itik yang bangga, karena ia mempunyai keluarga yang menyayanginya… dan pada suatu kesempatan, ia berpapasan dengan keluarga bebek yang pernah membencinya, ia pun berasa bangga saat melewati mereka… dan anak-anak bebek itupun hanya terbengong-bengong saja melihatnya…